Berlokasi di Pulau Jawa yang dilewati cincin api (ring of fire), Jakarta rawan akan bencana alam. Jakarta rentan akan bencana alam seperti banjir, penurunan muka tanah (land subsidence), hingga gempa bumi. Sebagai Kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, Jakarta juga rawan akan bencana non-alam seperti kebakaran.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 143 Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana di Provinsi DKI Jakarta. Melalui peraturan tersebut, dipetakanlah beberapa potensi bencana yang mengancam Jakarta mulai dari bencana alam maupun non-alam.
Keselamatan warga dan wilayah Jakarta menjadi prioritas Pemprov DKI Jakarta. Melalui Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2021, Provinsi DKI Jakarta memiliki indeks 60,43 atau masuk kategori sedang. Nilai pada indeks ini cenderung menurun sejak tahun 2015 dan membuktikan upaya konkret Pemprov DKI Jakarta dalam menjaga ketahanan dan stabilitas wilayah dari risiko bencana.
Dari keseluruhan bencana yang terjadi di Jakarta, banjir dan kebakaran mendominasi dengan frekuensi tinggi dan berulang. Guna menanggulangi banjir, Pemprov DKI Jakarta telah menambah jumlah Disaster Early Warning System (DEWS) sebanyak 9 (sembilan) unit yang ditempatkan di daerah rawan banjir, yaitu Kelurahan Kapuk, Kembangan, Cipulir, Pengadegan, Cilandak Timur, Pejaten Timur, Cawang Cipinang Melayu, dan Kebon Pala.
Kemudian juga telah dibuat Automatic Weather System (AWS) sebanyak 31 (tiga puluh satu) unit yang ditempatkan di 5 (lima) wilayah Jakarta dan Kepulauan Seribu.
Sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta menjadi pusat dari perniagaan dan pemerintahan nasional. Kota Jakarta merupakan pusat dari wilayah aglomerasi Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jabodetabekpunjur.
Selama puluhan tahun sebagai Ibu Kota Negara, Provinsi DKI Jakarta berkontribusi sebesar 17,3% bagi perekonomian nasional di tahun 2018, melalui aktivitas bisnis nasional hingga internasional serta kegiatan UMKM.
Tingginya mobilitas penduduk dan aktivitas perkotaan membutuhkan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai. Karenanya, pengembangan Kota Jakarta ke depan akan berorientasi bagi konektivitas transportasi publik yang menghubungkan Jakarta dengan wilayah sekitarnya.
Hingga tahun 2030, Jakarta akan mengoptimalisasi pembangunan transportasi publik yang semakin memudahkan perpindahan tiap warganya. Melalui pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) TransJakarta serta KRL loop line Jabodetabek yang akan didukung oleh penyediaan moda transportasi baru seperti MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan LRT Jabodebek.
Perpindahan Ibu Kota Negara tidak serta-merta menghilangkan status Jakarta sebagai Kota Global yang berkontribusi tinggi bagi perekonomian nasional. Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan sebagai pusat aktivitas bisnis dan keuangan dengan skala regional dan global. Bahkan, Jakarta akan menjadi pusat perekonomian dengan kota-kota di ASEAN.
Sebagai provinsi yang memiliki pesisir pantai serta lautan, Jakarta menyimpan potensi sumber daya laut yang cukup besar, baik sumber daya mineral hingga hasil laut.
Wilayah Kepulauan Seribu, tepatnya Pulau Pabelokan menyimpan minyak bumi dan gas yang mulai dieksploitasi sejak tahun 2000, dengan rata-rata produksi sekitar 4 juta barel per tahun.
Kekayaan laut yang bisa diperoleh berupa ikan konsumsi dan ikan hias. Selama lima tahun terakhir rata-rata produksi ikan konsumsi mencapai 123 ribu ton dan produksi ikan hias mencapai 59,86 juta ekor per tahun.
Penduduk DKI Jakarta tercatat sebanyak 10.644.776 jiwa per tahun 2021. Dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 5.362.748 atau 50,37% dan penduduk perempuan sebanyak 5.282.028 jiwa atau 49,63%. Selama periode 2017-2021 laju pertumbuhan penduduk meningkat sebanyak 2,13% dengan rata-rata pertumbuhan per tahun antara 1 -1,1%.
Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, dengan kepadatan penduduk 15.978 jiwa/km². Struktur penduduk DKI Jakarta didominasi oleh usia produktif (15-60 tahun) sebanyak 7.613.510 jiwa atau sebanyak 71,52% dari total penduduk. Penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) sebanyak 2.413.151 jiwa atau 22%, serta usia non-produktif (yang sudah melewati masa pensiun) sebanyak 618.115 jiwa atau 5,80%.