Pada periode 1 Januari hingga 1 Juni 2024 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hampir 850 bencana telah terjadi di Indonesia. Banjir menjadi bencana terbanyak dengan 566 kejadian diikuti cuaca ekstrem 147 kejadian, tanah longsor 72 kejadian, dan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 43 kejadian. Terjadinya bencana tersebut tak luput dari dampak langsung perubahan iklim ekstrem yang mengarah pada krisis dan pola hidup manusia yang tidak ramah lingkungan.
Menjaga kelestarian lingkungan sejatinya menjadi tanggung jawab mutlak manusia. Krisis iklim yang terjadi berimbas pada munculnya permasalahan baru seperti kerusakan lingkungan, kekeringan, gas rumah kaca (GRK), ketersediaan pangan, dan lainnya.
Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menempuh beberapa langkah strategis dalam mitigasi kemungkinan dampak bencana iklim yang dijalankan secara komprehensif bersama-sama dengan warga Jakarta. Beberapa kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam meminimalisir dampak bencana iklim dilakukan pada bidang pengelolaan air, GRK, serta kesehatan dan pangan.
Jakarta dihuni oleh lebih dari 10 juta penduduk, sekaligus menjadi pusat bisnis dan pusat pemerintahan. Hal ini menyebabkan Jakarta membutuhkan pasokan air bersih dalam volume yang sangat besar. Berdasarkan data dari Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Jaya tahun 2023, kebutuhan air di Jakarta mencapai 24.000 liter per detik. Artinya untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam satu hari saja, Jakarta memerlukan lebih dari 2 miliar liter air.
Upaya Menurunkan Efek Gas Rumah Kaca (GRK)
Cuaca panas ekstrem sedang banyak dirasakan oleh penduduk di Indonesia. Ancaman perubahan iklim sudah sangat nyata dirasakan, mulai dari suhu yang semakin panas, kekeringan, hingga krisis pangan. Warga Jakarta tentu tidak luput dari dampak kenaikan suhu udara ini.
Keluar dari Permasalahan Gizi Buruk
Meskipun menyandang status sebagai kota metropolitan, Jakarta tidak luput dari persoalan gizi. Per Juli 2023, sebanyak 39.793 balita di Jakarta tercatat memiliki permasalahan gizi. Rinciannya 5.753 balita kurang berat badan, 9.191 balita kurang gizi, 2.026 balita idap gizi buruk, dan 22.823 balita lainnya masuk kategori stunting. Permasalahan gizi pada balita terjadi akibat kurangnya asupan gizi seimbang minimum yang dikonsumsi oleh balita. Khusus kasus stunting dapat terjadi sejak bayi masih dalam kandungan.
Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan Maksud dari...
Perkembangan teknologi digital memudahkan akses in...
Sehubungan dengan Rencana Pembangunan Pelebaran...