Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta menjelaskan bahwa curah hujan dan kecepatan angin yang rendah selama transisi musim kemarau ini mengakibatkan partikel udara PM2,5 terakumulasi dan melayang di udara dalam waktu yang lama.
Secara garis besar, DLH Provinsi DKI Jakarta telah memetakan beberapa faktor utama penyebab penurunan kualitas udara Jakarta, di antaranya peningkatan aktivitas sumber emisi serta faktor ekologis, seperti meteorologi dan klimatologi.
Faktor ekologis bisa terlihat dari curah hujan, kecepatan angin yang rendah, serta kelembapan udara yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan konsentrasi polutan yang terakumulasi di permukaan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut menjelaskan adanya kelembapan udara yang relatif tinggi selama transisi musim kemarau menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan.
Faktor ekologis memainkan peran yang sangat penting, khususnya di tengah ketidaktentuan waktu mulainya musim kemarau maupun penghujan yang merupakan dampak dari perubahan iklim global.
Partikel udara yang paling berdampak pada kesehatan manusia adalah PM10 bersumber dari tempat pembangunan, pembuangan sampah, hingga kebakaran hutan. Kemudian PM2,5, yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, pembakaran pembangkit listrik, dan kegiatan industri.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta proaktif dalam memetakan isu rendahnya kualitas udara di Jakarta. Karenanya, sejak tahun 2021 lalu DLH Provinsi DKI Jakarta mengadakan sebuah studi bersama Vital Strategies dan Bloomberg Philanthropies akan dampak sosial ekonomi dari rendahnya kualitas udara di Jakarta.
Hasil dari studi tersebut adalah:
Berbagai dampak sosial ekonomi dari kualitas udara tersebut bersumber dari emisi karbon yang dihasilkan di Jakarta tiap tahunnya. Dalam penelitian yang sama, sumber emisi di Jakarta adalah:
Dampak serta variasi dari polutan yang tersebar melalui udara Kota Jakarta, tentu harus diantisipasi bersama. Tidak hanya langkah dari Pemprov DKI Jakarta, sinergi antar institusi adalah kunci untuk menanggulangi permasalahan polusi udara Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menyadari urgensi pembenahan kualitas udara yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pemprov DKI Jakarta mengupayakan sebuah sistem pemantuan terpadu melalui Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di 5 (lima) titik strategis, yaitu:
Tidak hanya upaya tunggal dari Pemprov DKI Jakarta, berbagai pihak juga tergerak untuk mengawasi dan memperbaiki kualitas udara Jakarta dengan turut memasang SPKU, di antaranya:
Selain SPKU yang dipasang secara kolaboratif, ada beberapa strategi yang sudah dilakukan. Upaya tersebut berupa Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).
SPPU adalah dokumen komprehensif berisi strategi dan rencana aksi untuk menanggulangi dampak pencemaran udara di Jakarta. Rencana aksi yang diinisiasi oleh DLH Provinsi DKI Jakarta sejak September 2022 ini memiliki visi jangka panjang yaitu hingga tahun 2030.
Secara garis besar, SPPU Jakarta terbagi menjadi tiga strategi, yaitu:
Tiga strategi ini kemudian terpecah menjadi 16 (enam belas) program dan 70 (tujuh puluh) rencana aksi. Tentu, strategi ini akan berjalan dengan baik berkat sinergi lintas sektor antara pemerintah – sektor swasta – masyarakat sipil.
Penurunan beban emisi yang ditargetkan melalui tiga strategi tersebut adalah sebesar 50% untuk PM10, 41% untuk PM2,5, sebanyak 41% untuk black carbon, 34% untuk NoX, sebanyak 16% untuk SO2, sebanyak 40% untuk CO, serta 31% untuk NMVOC di tahun 2030.
Guna mencapai target tersebut, beberapa rencana aksi yang sudah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 2021, antara lain:
Landasan hukum terbaru juga sudah dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam mengendalikan kualitas udara, sebagai berikut:
Selain membuat regulasi mandiri, Pemprov DKI Jakarta turut mengimplementasikan baku mutu udara ambien di wilayah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pemprov DKI Jakarta turut bersinergi dengan berbagai pihak dalam menyediakan fasilitas transportasi publik yang memadai bagi mobilitas warga Jakarta. Integrasi sarana transportasi publik juga akan berdampak pada penurunan tingkat kemacetan dan tingkat polusi udara Jakarta.
Selagi kualitas udara di Jakarta bertahap membaik, masyarakat harus tetap siaga dan bertindak untuk menjaga diri dan kesehatan di Kota Jakarta.
Kesehatan warga Jakarta adalah prioritas Pemprov DKI Jakarta. Di tengah ketidakpastian pergantian musim yang berdampak pada penurunan kualitas udara, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mengimbau agar kita tetap terjaga di tengah penurunan kualitas udara, dengan cara berikut:
Pengecekan kualitas udara melalui fitur JakISPU dan situs DLH diperbarui secara berkala. Kita bisa langsung mengetahui indikator, konsentrasi partikulat, hingga periode pemantauan secara berkala.
Perbaikan kualitas udara Jakarta membutuhkan kesungguhan kita bersama. Dengan upaya kolektif antara pemerintah – sektor swasta – masyarakat sipil, kita bisa memperbaiki kualitas udara Jakarta menjadi lebih baik.
Mari menyongsong era baru udara bersih bagi Jakarta. Sadari risiko, saling bertanggung jawab, dan bersama kita wujudkan langit biru di Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup mempunyai tugas melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengelolaan kebersihan.